EKSLUSIF: Bagaimana Kesuksesan Marquez Jadi Awal Kejatuhan Honda?

Masalah Honda di MotoGP dimulai beberapa tahun sebelum cedera lengan Marc Marquez pada tahun 2020, menurut mantan manajer tim Livio Suppo.
Marquez, Pedrosa, Argentinian MotoGP
Marquez, Pedrosa, Argentinian MotoGP

Meski Marquez memenangkan gelar MotoGP berturut-turut pada 2016-2019, namun masalah mulai timbul di dalam Honda saat kemenangan pembalap lainnya sudah mengering sejak awal 2018.

Cedera lengan yang dialami Marquez kemudian menyebabkan musim 2020 tanpa kemenangan sebelum bintang Spanyol itu kembali dengan tiga kemenangan di sela-sela operasi lebih lanjut pada tahun 2021.

Kembalinya Marquez ke jalur kemenangan tampaknya menunjukkan hari-hari buruk Honda telah berlalu, namun itu hanyalah sebuah harapan palsu.

Dengan performa RCV terus menurun, dan Marquez tidak memenangkan balapan baik pada tahun 2022 maupun 2023, sang #93 memutuskan pergi dari Honda untuk bergabung dengan Gresini Ducati musim ini.

Alex Rins menyelamatkan Honda dari musim tanpa kemenangan lainnya dengan berdiri di puncak podium di COTA tahun lalu, namun memutuskan pindah ke Yamaha selama liburan musim panas 2023. Honda kemudian menghuni juru kunci klasemen pabrikan 2023.

Merupakan bos Honda sampai akhir tahun 2017, Suppo sudah melihat tanda-tanda kemunduran pabrikan Jepang itu di tengah kesuksesan bersama Marquez.

“Saya tidak tahu apakah kita punya cukup waktu untuk membicarakannya sekarang!” mulai Suppo, saat ditanyai alasan kesulitan Honda di MotoGP saat ini dalam wawancara eksklusif dengan Crash.net . “Pertama-tama, sulit membicarakan masalah jika Anda tidak terlibat [secara langsung].

“Saya terlibat [di Honda] hingga akhir tahun 2017. Dan kemudian pada tahun 2018, pada dasarnya tim tersebut sama persis dengan yang saya tinggalkan, dengan Dani dan Marc. Dan tetap saja ini merupakan musim yang cukup baik bagi Dani, meski dia tidak mampu memenangkan balapan.”

Pedrosa, Crutchlow, MotoGP Belanda
Pedrosa, Crutchlow, MotoGP Belanda

Tidak hanya Suppo, Pedrosa dan Crutchlow juga memperingatkan Honda tentang masalah yang semakin besar pada motornya.

“Anda pasti ingat beberapa wawancara Cal, yang tidak begitu baik tentang motornya!” kata Suppo.

“Tetapi Dani juga mengeluh – bukan di depan umum, tapi dalam pertemuan teknis – bahwa motornya menjadi semakin sulit untuk dikendarai.”

Namun dengan Marquez yang terus menang - 9 kemenangan saat kemenangan gelar 2018, kemudian 12 kemenangan dan gelar lainnya tahun 2019 - komentar mereka sepertinya tidak didengarkan.

“Tentu saja bakat Marc sangat membantu. Dan mungkin salah satu kesalahannya adalah Honda saat itu tidak mendengarkan pembalap seperti Cal dan Dani,” lanjut Suppo.

“Mereka tidak terlalu peduli dengan hasil pembalap lain, mereka hanya fokus pada kemenangan Marc, kemenangan, kemenangan. Dan ini mungkin kesalahan terbesar.

“Dan kemudian ketika mereka menyadarinya, yang pada dasarnya terjadi bersamaan dengan kecelakaan Marc [pada tahun 2020], semuanya sudah terlambat.

“Tetapi itulah mengapa saya tidak berpikir hanya Jerez 2020 yang menjadi alasan utama Honda mengalami kesulitan besar dalam beberapa tahun terakhir. Ini adalah kombinasi dari beberapa hal.”

Ketika Pedrosa dan Crutchlow pensiun, masing-masing pada akhir tahun 2018 dan 2020, mereka segera direkrut untuk tugas pengujian MotoGP… oleh pabrikan saingan.

Pedrosa bergabung dengan KTM, di mana ia nyaris naik podium sebagai wild card di Misano musim lalu, sementara Crutchlow menjadi pebalap penguji dan pengganti Yamaha.

“Saya sangat terkejut ketika mengetahui bahwa [Honda] tidak menawarkan atau tidak menemukan solusi untuk memasukkan Dani sebagai pembalap penguji,” kata Suppo. “Karena sudah jelas bagi semua orang bahwa Dani memiliki sensitivitas yang tinggi [terhadap motor].”

Nakamoto dan Suppo, Balapan MotoGP Australia
Nakamoto dan Suppo, Balapan MotoGP Australia

Pensiunnya Nakamoto mempercepat keluarnya Suppo dari HRC

Setelah menjalankan proyek MotoGP Ducati dari tahun 2003-2009, dengan satu gelar lewat Casey Stoner pada tahun 2007, Suppo direkrut oleh Shuhei Nakamoto untuk bergabung dengan HRC pada tahun 2010.

Stoner dipertemukan kembali dengan Suppo di Repsol Honda pada tahun berikutnya dan langsung meraih mahkota MotoGP keduanya dan yang pertama bagi HRC sejak Nicky Hayden pada 2006.

Marquez mengambil alih kursi Stoner yang pensiun pada tahun 2013, dan Suppo terus meraih kesuksesan bersama Honda sampai akhirnya mengumumkan kepergian, sehari setelah gelar keempat Marquez di kelas premier pada bulan November 2017.

Mengapa?

“Bukan hanya satu alasan, tapi yang pasti saya – setelah bertahun-tahun melakukan hal yang selalu sama – saya butuh istirahat. Tapi yang lebih penting lagi adalah pensiunnya Nakamoto-san,” jelas Suppo.

“Nakamoto-san melakukan balapan terakhirnya di Austin pada tahun 2017. Karena di Jepang pada usia 60 tahun mereka harus [pensiun]. Dan setelah pensiun, jelas bagi saya bahwa presiden baru lebih suka bekerja dengan orang-orang yang dia kenal sebelumnya.

“Ini adalah sesuatu yang lumrah di perusahaan besar mana pun. Dan pada dasarnya saya punya kontrak satu tahun lagi dengan Honda, tapi saya berbicara dengan Nomura, yang saat itu menjabat sebagai presiden [HRC].

“Saya berkata, 'Nomura-san, saya berusia 53 tahun, saya memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun. Jika menurut Anda saya bisa berguna, saya dengan senang hati akan menghormati kontrak saya. Namun, jika Anda berpikir Anda lebih suka melakukan sesuatu secara berbeda, tidak masalah'.

“Jadi, di akhir pertandingan di Valencia [2017], pada hari Minggu, dia mengatakan kepada saya, 'OK, jika Anda memilih untuk pergi. Kami akan menghormati kontrak sampai akhir. Jadi pada dasarnya satu tahun lagi. Tapi kamu bebas untuk pergi'.

“Saya pikir itu yang terbaik bagi saya karena, dengan karakter saya, tetap di sana tanpa memiliki kekuatan untuk mengambil keputusan apa pun, hanya untuk mengambil uang, adalah sesuatu yang tidak dapat saya lakukan.”

Suppo kemudian kembali sebagai manajer tim Suzuki untuk musim terakhir MotoGP 2022.

Kemenangan emosional Alex Rins di Phillip Island dan Valencia juga menjadikan Suppo satu-satunya manajer tim di era MotoGP yang mengawasi kemenangan tiga pabrikan berbeda.

 Suppo, Nakamoto, Tim Repsol Honda, Juara Dunia 2014, Balapan MotoGP Jepang
Suppo, Nakamoto, Tim Repsol Honda, Juara Dunia 2014, Balapan MotoGP Jepang

Sementara itu, seperti halnya Filippo Preziosi dari Ducati, Suppo masih terus menjalin kontak rutin dengan Nakamoto.

“Dengan Nakamoto, kami mengobrol setidaknya satu atau dua kali dalam sebulan,” kata Suppo. “Ketika Nakamoto sudah berusia 60 tahun, beberapa tahun yang lalu, dia memutuskan untuk membuka sekolah tenis. Tenis adalah kegemarannya dan sekarang dia memiliki sekolah tenis di dekat rumahnya di Saitama.

“Saya pernah ke sana ketika saya pergi ke Motegi tahun lalu. Suatu malam saya bersamanya, istrinya dan mantan [bos MotoGP] Bridgestone Yamada-san.

"Kami makan malam dan mengenang masa lalu. Lalu saya menginap satu malam di Tokyo dan keesokan harinya pergi ke Motegi. Jadi dengan Nakamoto juga kami berteman, seperti dengan Filippo."

Suppo dan Preziosi, MotoGP San Marino
Suppo dan Preziosi, MotoGP San Marino

Preziosi memimpin sisi teknis proyek MotoGP Ducati dari debutnya pada tahun 2003 hingga akhir tahun 2012, meski ia melakukannya di atas kursi roda setelah mengalami kecelakaan serius.

“Bersama Filippo, kami berbagi waktu yang lama dan pengalaman yang sangat besar baik dalam hal pekerjaan maupun kehidupan,” kata Suppo. “Ketika saya bertemu Filippo pertama kali pada tahun 1999 dan dia mengalami kecelakaan pada akhir tahun 2000. Sesuatu yang benar-benar mengubah hidupnya dan saya sangat mengagumi cara Filippo menjalani hidup ini.

“Saya sangat menghormati Filippo, dia adalah salah satu orang paling cerdas yang pernah saya temui dan juga salah satu karakter kuat dalam hal sikap pantang menyerah.

“Saat ini, dia melakukan banyak hal yang disukainya. Dia bermain ski, menyelam scuba. Dia menjalani kehidupan yang normal meskipun, tentu saja, baginya hal itu jauh lebih sulit. Hal ini meningkat lagi, rasa hormat saya terhadap dia."

Read More