Dovizioso di antara harapan dan realitas

Andrea Dovizioso terus menampilkan performa terbaik sepanjang kariernya di MotoGP. Namun, menghentikan dominasi Marc Marquez dan meraih gelar juara bagi Ducati terasa semakin jauh dari sebelumnya.
Dovizioso di antara harapan dan realitas

Musim lalu, DesmoDovi rata-rata mencapai 14,15 poin per balapan. Suatu prestasi yang hanya diraihnya sekali dalam karier di kelas premier. Pun begitu, peburuannya untuk titel terasa semakin sulit dibanding dua tahun sebelumnya.

 

Jelas faktor Marquez sangat membebani dalam persamaan ini. Sang pebalap Repsol Honda menghasilkan rata-rata 22,1 poin per balapan. Tetapi keduanya terpaut 151 poin - lebih banyak ketimbang poin Cal Crutchlow sepanjang 2019 – meninggalkan pertanyaan besar di Ducati.

 

Dua kegagalan finis di Catalunya dan Silverstone jelas bukan kesalahan Dovizioso, momen penting yang mengubur impiannya untuk merengkuh gelar juara. Namun, tersungkurnya Marquez di Austin, defisit itu dibelah dua dalam hal akhir pekan tanpa poin.

Di atas kertas Marquez mendominasi 2019. Meraup 12 kemenangan dibanding koleksi dua podium tertinggi milik Dovizioso, serta 10 pole position dibanding nol bagi rivalnya.

Kendati gagal juara dunia, pebalap Italia itu mampu mengamankan runner-up, unggul 58 poin atas lawan terdekatnya, yakni Maverick Vinales.

Bagaimana musim MotoGP berjalan tidak pernah benar-benar terungkap dalam hasil balapan dan klasemen kejuaraan. Hal yang sama dapat dikatakan untuk seberapa jauh Dovizioso harus pergi demi titel yang diidamkannya.

Tak perlu diragukan kekuatan paket Ducati dalam hal top speed, tenaga dan pengereman. Itulah sebabnya pabrikan Bologna mendominasi di sirkuit dengan trek lurus yang panjang dan zona pengereman berat seperti Losail dan Red Bull Ring.

Masalahnya, keseimbangan antara mempertahankan kekuatan dan memperbaiki kelemahan, dikombinasikan dengan Marquez plus peningkatan Honda, membuat Dovizioso tertinggal terlalu banyak tahun lalu.

Performa saat kualifikasi menjadi bukti nyata. Walau tidak pernah dianggap sebagai bintang selama satu lap, Dovizioso masih mampu menunjukkan taji di grid selama beberapa musim terakhir.

Tetapi dari tiga baris depan yang ditempatinya sepanjang 2019 – berbuah podium termasuk dua kemenangan – menurun dibanding tujuh baris depan pada 2018.

Buruknya hasil kualifikasi menjadi kisah yang akrab bagi Dovizioso. Ia harus berjibaku melawan rival-rival demi memperbaiki posisi. Sedangkan saat bersamaan, Marquez maju dan menjauh dari kejarannya.

Dibuat kerja keras pada awal balapan, DesmoDovi sering mengambil risiko konsumsi ban yang lebih tinggi. Keunggulannya pun berkurang dalam persaingan melawan para rival.

Kami tidak punya kecepatan yang sama seperti tahun lalu [2018]. Kami berbicara tentang kecepatan nyata dalam latihan dan di awal balapan ketika ban masih baru,” tuturnya saat MotoGP Malaysia lalu.

Itu menciptakan situasi sangat sulit bagi kami karena kami tidak dapat membuat strategi yang baik. Saat Anda menekan di awal, Anda tidak punya kecepatan dan semuanya menjadi masalah.

Inilah yang terjadi. Saya dapat mengatur diri saya dengan cara yang benar di banyak balapan dan itulah mengapa saya bisa tetap tenang ketika saya tidak punya kecepatan di awal balapan.

“Saya berhasil berkendara dengan cara yang benar dan pada akhirnya saya bisa mencetak waktu lap sehingga bisa memperbaiki posisi. Tetapi itu tidak cukup. Bukan apa yang kami butuhkan, kami harus menjadi lebih baik.”

Daftar teratas dari keinginan Dovizioso pada 2020 adalah solusi atas kelemahan dalam menikung – masalah yang terus membuatnya frustrasi setiap kali menyambangi Assen. Ia juga mendesak Ducati untuk menemukan strategi untuk mengimbangi rival.

 

“Kami harus fokus pada menikung karena kami cukup bagus di beberapa area lain. Tapi area itu benar-benar buruk. Kami menghabiskan ban karena kami harus menggunakannya agar kencang. Kami terlalu lambat di tengah tikungan dan satu-satunya cara untuk lebih cepat adalah akselerasi,” terangnya.

“Jika Anda berakselerasi lebih baik, Anda menggunakan ban. Kami sedikit lebih lambat sejak latihan. Jika Anda sedikit lebih lambat dan Anda harus menggunakan ban, maka perbedaannya besar di akhir balapan.

“Saya pikir kami perlu strategi untuk masa depan, bukan untuk saat ini. Sangat sulit ketika berbicara untuk mengubahnya, dan itulah alasan kenapa kami tidak dapat menemukan apa pun saat ini. Kami harus lebih terlibat dalam hal tersebut. Saya kira sudah enam tahun saya bicara soal ini. Setelah dua tahun yang baik, sekarang kami tiba di saat yang kritis ketika kami membutuhkannya karena rival menjadi lebih baik dan lebih baik.

Sudah jelas ketika kami bertarung dengan motor lain, juga di TV Anda dapat melihat perbedaan di tengah tikungan, [tetapi] kenyataannya lebih besar. Saya pikir kami perlu strategi untuk masa depan. Kami harus menciptakan situasi yang berbeda dan lebih fokus pada hal itu daripada hal-hal lain karena kami kehilangan terlalu banyak dalam hal itu.”

Manajemen senior Ducati tak luput dari keluhan rekan setim Danilo Petrucci. Direktur Olahraga, Paulo Ciabatti, dan kepala teknis Gigi Dall'Igna mengisyaratkan perkembangan signifikan yang berfokus pada peningkatan GP20 dalam hal menikung.

Kita tidak bisa benar-benar senang. Tahun lalu kami memenangi tujuh balapan dan tahun sebelum kami menang enam. Namun, tahun ini kami hanya tiga kali menang,” tutur Ciabatti di Valencia.

“Kami punya memiliki keunggulan di beberapa titik tahun ini, terutama top speed. Tetapi Honda telah menutup celah sehingga kami harus tetap bekerja. Kami masih punya beberapa area lagi di mana kami membutuhkan lebih banyak peningkatan dan engineer kami bekerja 360 derajat pada motor. Jika kami dapat meningkatkan kemampuan menikung sedikit lagi, itu akan sangat disambut baik.”

Dall’Igna kemudian menambahkan: “Saya tidak terkejut dengan evolusi mesin Honda. Namun pada saat yang sama, saya ingin membuat kemajuan [dengan mesin Ducati] untuk menjaga jarak yang kami miliki dibandingkan yang lain saat ini.

“Karena pasti para engineer lain juga akan bekerja selama tes musim dingin dan jika kami ingin tetap di tempat kami sekarang, kami harus meningkat. Kalau tidak, kami akan kembali jatuh. Jadi, itu bukan prioritas kami, tetapi ini penting.”

Perhatian akan beralih ke tes pramusim Sepang bulan depan dan semua mata akan tertuju pada modifikasi sasis Ducati yang secara khusus ditujukan untuk meningkatkan stabilitas menikung.

Selain menekankan area pengembangan yang diinginkan dari Ducati, Dovizioso juga menyebut ada faktor kunci lain di luar kendalinya.

Marc ada di level lain, Marquez dan Honda. Selain dia, ada banyak pebalap cepat lebih cepat dari kami. Situasinya tidak begitu bagus. Saat ini sulit untuk mengetahui apa yang harus kami lakukan karena selisihnya konyol, itu terlalu banyak,” keluhnya.

“Segalanya mungkin karena dua tahun terakhir kami telah berjuang lebih banyak sehingga saya pikir kami punya kesempatan untuk kembali dan bertarung lagi. Namun, seperti biasa, setiap tahun adalah cerita yang berbeda.

Read More